Psikolog Sarankan Tak Perlu Panik ‘Cool Down’ Hadapi Lockdown Pandemi Corona

 

 

JAKARTA – Fokus Lensa –  (14/3) – Informasi ‘Lockdown’ kota dalam rangka men’steril’kan atau men’disinfektan’ suatu wilayah, dibarengi viralnya video kepanikan masyarakat yang berbondong bondong seakan belanja ke supermarket di media sosial berbarengan Pandemi Corona , Menurut Psikolog Lita Gading M.Soc.Sc, M.Psi sebaiknya tak perlu panik, demikian kata Dia.

 

Padahal informasi viral video kepanikan masyarakat yang seakan bakal borong bahan makanan ke supermarket, ada kalanya itu hanyalah informasi hoax belaka.”Viral video tersebut soalnya, dikarenakan memang sebagian besar typikel kultur orang indonesia itu panikan, latah, profokatif,” tukas Lita.

 

“Namun, sediakalanya gampang memaafkan dan gampang lupa kok,” kata Lita.

 

Situasinya kini, seakan jelas semua orang sedang panik dan takut tertular dengan adanya virus corona. Sehubungan itu, Lanjut Lita menekankan mesti ‘cool down’ serta tetap tenang sambil terus jaga kesehatan dengan berolah raga, makan makanan sehat, banyak minum air putih , menghindari tempat keramaian dan lain lain.

 

Pasalnya, apabila terkena wabah tersebut bakalan di karantina.”Nah, disinilah secara psikologis, saat manusia diisolasi, apalagi dalam kondisi yang tidak sehat. Lalu dia tahu persis lewat berita bahwa corona itu menjadi wabah dunia, sudah pasti sebagai individu dia merasa takut,” kata Lita.

 

Dalam kondisi tersebut, tentunya Pasien juga akan merasa dirinya diasingkan saat berada di ruang isolasi. Lalu timbulah perasaan kesepian dan rasa bersalah di benak mereka, ujar Lita.

 

“Segala bentuk emosi tersebut kemudian memicu hormon dopamin pada otak. Jikalau hormon dopamin meningkat levelnya, maka akan menyebabkan kecemasan, trauma, dan yang paling parah bisa menyebabkan gejala psikotik. Gejala psikomatik dimaksud, salah satunya seperti muncul halusinasi,” imbuhnya.

 

Sementara, di saat hormon Dopamin meningkat levelnya, kadar hormon serotonin justru menurun. Padahal, hormon serotonin berfungsi menjaga tingkat stres seseorang.”Pada tubuh, reaksi yang akan timbul ketika kadar hormon serotonin ini menurun bisa mempengaruhi sistem pencernaan manusia,” kata Lita menjelaskan.

 

“Bisa dibayangkan, kalau terkena virus corona, sudah ada flunya, sesak napas, ditambah lagi perasaan seperti dikurung, diasingkan, lalu level serotoninnya rendah, kalau kena pencernaan, lambung (internis) bisa bertambah masalahnya,” ujarnya.

 

Maka itulah, menurut Psikolog, Lita Gading M.Soc.Sc, M.Psi, menekankan betapa pentingnya pendampingan psikologis pada pasien terjangkit virus corona. Terutama, bagi mereka dirawat di ruang isolasi.

 

“Pendampingan dibutuhkan agar seseorang tak merasa sendirian. Itu sangat dibutuhkan bagi mereka yang diasingkan karena wabah penyakit. Seseorang butuh mengekspresikan pikiran dan mencurahkan isi hatinya agar merasa lega,” jelasnya.

 

Penanganan psikologis pada pasien yang dirawat di ruang isolasi, menurut Lita mengakui akan lebih tepat jika ditangai berkolaborasi dgn psikiater.

 

Sebab, jika tugas ini didelegasikan kepada seorang _*psikolog, mereka hanya akan memberikan konseling atau semacam terapi *_ yang tetap membutuhkan interaksi.

 

Sementara itu, jika melihat kondisi di lapangan, pasien dengan gejala klinis yang beragam kemungkinan akan sulit mendapatkan jenis terapi atau konseling yang diberikan oleh psikolog.

 

“Interaksi tetap dibutuhkan agar kadar dopamin tidak terlalu tinggi sehingga tidak timbul cemas, trauma, dan depresi. Namun kalau kita melihat pasien yang berada di ruang isolasi dengan keadaan respirator yang terpasang, akan sulit untuk melakukan terapi dan konseling, sehingga lebih tepat untuk ditangani oleh psikiater,” tukasnya lagi.

 

“Mungkin psikiater bisa memberikan semacam obat penenang untuk meredakan kecemasan yang dialami pasien.”

 

Ungkapnya meluruskan dan menginfokan bahwa psikolog tidak bisa memberi obat untuk pasien. Namun, bentuk konseling dan terapi terapi sejenisnya

 

Perlu digarisbawahi, berdasarkan riset (sumber : John Hopkins University & Medicine) menyebutkan Indonesia berada di posisi nomor ke – 2 death rate dikarenakan Covid-19. Dimana akumulasi tingkat kematian corona dunia dari jumlah 5408 per 145.003 (pasien), atau sekiranya sebedar 3,730 persen. Posisi pertama, Italia dengan jumlah 1.266 banding 17.660 sekiranya sebesar 7,169%. Lalu, Indonesia 5 berbanding 96 atau kira kira sekitar 5.20 persen.

 

Disusul, negara Iran sebesar 514 berbanding 11.364 atau sekitar 4.523 persen. Kemudian Cina sebesar 3.929%, Jepang sebesar 2.990%, Spanyol 2.542%, Perancis 2.154%, Amerika 1.819%, lalu Belanda sebesar 1.244 persen.

 

Kemudian, Inggris sekitar 0.999%, Swiss kisaran 0.966%, Korsel sebesar 0.921%, Belgia 0.537%, Jerman 0.218%, Austria 0.198%, Swedia 0.123%, Norwegia 0.100%, dan Denmark belum ada yang meninggal dunia sejauh ini dari pasien terindikasi sejumlah 804 (0.000%).

 

(Sony)