Warga Mengeluh, Pengolahan Arang Briket di Legok Diduga Cemari Lingkungan

 

Tangerang – Fokuslensa.com – ​Sedari dulu Indonesia sudah dikenal sebagai negara nyiur melambai. Itu artinya, begitu banyak pohon kelapa yang tumbuh subur di negara kita.

Buah kelapa memiliki begitu banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Selain airnya yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, batok atau tempurungnya ternyata juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

batok atau tempurung kelapa tersebut bisa dijadikan sebagai bahan baku mentah untuk diolah menjadi arang, yang masih dapat diolah kembali menjadi produk inovatif yang dapat memberikan nilai tambah.

Meski demikian, banyak pelaku usaha limbah tempurung kelapa dan kemiri yang diolah menjadi briket/arang, penjernih air atau sejenisnya ini tidak memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan pada lingkungan sekitar.

Pasalnya, limbah atau debu sisa dari pengolahan briket tersebut terindikasi masuk dalam kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Maka dari itu, para pelaku usaha dalam bidang ini wajib memiliki izin dari Kementrian atau Dinas Lingkungan Hidup, Bupati/Wali Kota. Karena usaha mereka ini berbeda dengan usaha pada umumnya, butuh kajian serta analisa khusus terkait dampak yang akan ditimbulkan.

Seperti pengolahan limbah tempurung kelapa dan kemiri di Desa Palasari, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang yang diduga dikeluhkan warga karena limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sisa dari hasil pengolahannya tersebut mencemari lingkungan sekitar. Minggu, 11/02/2024.

Saat dikonfirmasi, salah seorang warga sekitar berinisial DK mengeluhkan bahwa aktivitas pengolahan arang/briket tersebut diduga mencemari lingkungan.

“Kalau lagi hujan airnya itu hitam mengalir ke jalan, kalau cuaca panas debunya ngebul bikin gatal dan batuk,” beber warga ber-inisial DK kepada Wartawan. 10/02/2024.

Sementara, salah seorang pekerja memaparkan bahwa limbah dari batok kelapa dan kemiri itu akan diolahnya menjadi arang/briket untuk bahan penjernih air dengan cara memasaknya menggunakan tungku.

“Gajinya harian, kalau lagi banyak order borongan, ini katanya sih buat bahan penjernih air,” papar pekerja. 10/02/2024.

Sedangkan Fajar, penanggung jawab sekaligus anak dari pemilik tempat tersebut mengatakan bahwa mengenai perizinan dia hanya memiliki Surat Keterangan Usaha (SKU) dari desa.

“Saya punya izin SKU, emang izin seperti apa yang kalian maksud,” beber Fajar melalui jaringan telepon seluler. 10/02/2024.

Perlu diingat bahwa setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Sampai berita ini diterbitkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang belum dikonfirmasi.

( Cahyo)