Tangerang – Media Fokuslensa.com – Proyek yang berada di halaman parkir tepat belakang Kantor Kelurahan Curug Kulon, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang diduga menjadi ladang untuk bagi-bagi kue Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Minggu, 13/07/2025.
Bagaimana tidak, proyek yang diduga pagu anggaran Kelurahan Curug Kulon ini tidak disertai dengan papan Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Bahkan dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan spesifikasi, standar dan kualitasnya.
Dari hasil pengamatan Wartawan di lokasi, pondasi tapak atau yang sering disebut dengan istilah cakar ayam diduga menggunakan besi banci ukuran 10, sedangkan besi pada kolom praktisnya memakai besi 12.
Itu artinya besi pondasi yang harusnya sebagai nyawa dan tumpuan untuk menahan beban struktur bangunan diameternya lebih kecil daripada spesifikasi besi kolom yang ukurannya lebih besar (terbalik).
Sehingga teknis yang ngawur tersebut dapat mempengaruhi daya kekuatan bangunan yang sangat signifikan. Bahkan dapat melemahkan struktur kontruksinya sampai mengalami gagal kontruksi.
Saat dijumpai, salah seorang pekerja menyebut bahwa pelaksana dari proyek yang dikerjakannya itu adalah seseorang bernama Wawan. Terkait besi dirinya tidak bisa menjelaskan karena bukan kewenangannya.
“Tanya ke pak Wawan aja ya, saya yang penting kerja digaji,” ujar pekerja yang tidak menyebutkan namanya sembari mengikat besi untuk pondasi tapak.
Sementara, Sukri Ariansyah, Lurah Curug Kulon selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) saat wartawan hendak ingin konfirmasi kepadanya, salah seorang pegawai Kelurahan menyebutkan bahwa Lurah tidak dapat ditemui karena sedang menerima tamu.
Saat dikonfirmasi kembali melalui telepon seluler, Lurah Curug Kulon memilih diam tidak merespon dan acuh tak acuh. Kuat dugaan Lurah ini sudah mendapat aliran dana gratifikasi. Sehingga dia enggan menjalankan tugas serta fungsinya alias mandul dan melakukan penyalahgunaan wewenang.
“Diamnya pejabat merupakan tindakan kejahatan sosial” Begitulah kira-kira kata yang tepat disandang oleh pejabat yang tidak responsif dan hanya memikirkan kepentingan pribadinya saja.
Menanggapi hal itu, Muslik., Spd, Ketua Jaringan Pemberantasan Korupsi (JPK) Provinsi Banten menilai bahwa pejabat seperti ini layak untuk dicopot karena tidak bisa menjalankan tugas serta fungsinya.
“Sudah tahu ada pelanggaran tapi kok diam, ada apa, itu akan menjadi pertanyaan publik, harusnya kan responsif dan ketika ada sesuatu yang tidak sesuai ya dievaluasi,” bebernya kepada wartawan.
( Cahyo )