Tangerang – Media Fokuslensa.com – Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) adalah upaya sadar dan terencana dalam memasyarakatkan produk hukum/kebijakan pemerintahan daerah yang bertujuan untuk memasyarakatkan Perda sebagai dasar dan pandangan hidup daerah, sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati dan diaplikasikan oleh masyarakat.
Kendati demikian penyelenggara yang ditunjuk untuk mensosialisasikan peraturan daerah ini terkadang tidak dapat mengemban tugasnya dengan baik. Bahkan kegiatan semacam ini hanya menjadi sarana untuk mengeruk anggaran daerah saja.
Seperti kegiatan Sosialisasi Perda (Sosper) yang diduga diselenggarakan di kediaman Uswatun Hasanah yakni anggota DPRD Provinsi Banten dari fraksi Partai Nasdem, Minggu, (27/04/2025).
Kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan di Taman Permata Millenium C7 No. 3 RT. 002/021 Kelurahan Binong, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang ini diduga bersifat tertutup, hanya untuk kalangan tertentu dan tidak terbuka untuk masyarakat umum.
Dari hasil penelusuran wartawan yang sengaja menyamar sebagai tamu undangan, bahwa warga yang datang langsung diminta untuk mengisi absen dengan cara melakukan tanda tangan daftar kehadiran.
Namun siapa sangka, warga yang tidak mendapat undangan khusus dari dewan Uswatun Hasanah tidak diizinkan untuk mengikuti kegiatan sosialisasi bernuansa halal bihalal tesebut.
Jika memang itu murni kegiatan halal bihalal, mengapa peserta yang datang diharuskan absen dengan tujuan pada sesi akhir kegiatan nama-nama yang telah tercantum dalam daftar hadir dipanggil satu persatu oleh panitia untuk diberikan santunan uang senilai Rp 150 Ribu.
Perlu diketahui bahwa setiap kegiatan yang dianggarkan pemerintah, khususnya yang bersumber dari APBD wajib membuat laporan surat pertanggungjawaban (SPJ). Agar anggaran yang telah digelontorkan oleh anggota DPRD dengan dana pribadinya (dana talang) dapat diklaim dan diganti oleh negara.
Maka dari itu, khususnya anggota DPRD harus transparansi dalam melakukan kegiatan apapun. Karena yang dikhawatirkan itu adalah ketika kegiatan tersebut sifatnya pribadi namun dapat dia siasati dengan membuat SPJ fiktif. Sehingga kegiatan yang sifatnya pribadi tersebut dapat diklaim menggunakan anggaran negara.
Salah seorang warga yang turut serta hadir dalam kegiatan dewan Uswatun Hasanah ini menyebut bahwa kegiatannya dibagi menjadi dua sesi, yang pertama adalah kegiatan sosialisasi perda dan yang kedua yakni halal bihalal.
“Saya diundang untuk menghadiri kegiatan Ibu dewan ini, sebelum dzuhur tadi sih kegiatan sosialisasi perda, kalau yang sekarang halal bihalal, ada dua sesi deh kayaknya,” ungkap tamu undangan yang enggan menyebutkan namanya.
Sementara, staff ahli anggota DPRD Provinsi Banten, Ilham saat dikonfirmasi dia menepis bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan sosialisasi perda. Dia mengaku kalau kegiatan ini hanyalah halal bihalal dan tidak menggunakan anggaran APBD.
“Bukan kegiatan sosialisasi perda, ini kegiatan halal bihalal saja, tadi saya sudah sampaikan maksud saudara, tapi ibu dewan nya tidak berkenan untuk diwawancara,” jelas Ilham kepada wartawan.
Saat wartawan kembali meminta izin untuk melakukan wawancara kepada dewan Uswatun Hasanah yakni anggota DPRD Provinsi Banten dari fraksi Partai Nasdem secara eksklusif melalui staff ahlinya dia menyatakan menolak. Terkesan dari bahasa tubuhnya jika ditafsirkan wakil rakyat ini tidak ingin dipublikasi.
Sebagai pejabat publik, harusnya dia dapat menjalankan perintah undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Supaya setiap anggaran yang digunakan lebih transparan. Agar publik mengetahui apakah kegiatan itu bersifat pribadi atau memang dibiayai oleh APBD.
Jika itu memang benar kegiatan sosialisasi perda kenapa mereka tidak bersentuhan langsung saja dengan masyarakat untuk memberikan pemahaman ataupun edukasi terhadap produk hukum daerah.
Padahal hanya segelintir orang saja yang notabene dekat dengan anggota DPRD yang diberikan pengenalan perda ini. Padahal banyak masyarakat yang tidak mengetahui akan eksistensi produk hukum yang satu ini. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor dan kendala, diantaranya seperti banyaknya masyarakat yang tidak peduli (SDM) yang kurang mumpuni atau sosialisasinya tidak tepat sasaran.
Karena masyarakat miskin tidak sampai memikirkan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Karena yang mereka tahu hanyalah bagaimana caranya besok masih bisa makan.
Lebih baik anggaran tersebut dialihkan atau dialokasikan untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya masyarakat daerah tertinggal di wilayah Provinsi Banten.
(cahyo)